Jalanan becek dan bau got kota ini sepertinya membawaku kembali menyusuri rangkaian–rangkaian ingatan tentangnya.

indra
4 min readOct 11, 2022

--

Aku mencoba kembali menyusuri beberapa jalanan kota seperti yang biasa aku lakukan di selah–selah kesibukanku menjaga kantin, tetapi sore ini sepertinya sedikit berbeda, hujan lumayan kencang namun sebentar membuat beberapa sudut jalan tergenang air entah itu dari hujan ataupun air dari got yang meluap dan tidak sampai mengalir kembali. entahlah infrastruktur kota ini begitu payah gumamku, aspal yang tidak rata, drainase yang jelek, trotoar yang rusak juga trotoar yang tidak jelas peruntukannya hahaha harusnya walikota di kota ini digantung di balai kota dan ditonton banyak orang karena ketidakmampuannya mengelola standard kota yang layak huni itu.

Beberapa sudut jalan dan suasana kota ini nampak begitu familiar setiap kali setelah hujan deras datang menurutku, aku merasakan perasaan deja vu setiap kali mengingat apapun yang sudah aku lewatkan, ingatan demi ingatan datang dan oergi dengan cepat membuatku merasa seperti menemukan potongan–potongan puzzle yang berserakan tetapi hilang beberapa saat setelah aku memasangnya, terus saja seperti itu, semuanya seolah nampak jelas tetapi juga begitu samar entahlah aku juga bingung jika harus disuruh menjelaskan itu dengan detil, lagipula siapa juga yang mau menyuruh menjelaskan?

Warung makan mie babi di jalan kapasan dan bangku di trotoar di jalan karet sepertinya membawa ingatanku pergi ke suatu waktu, tepatnya saat natal tahun lalu, hahaha waktu yang hangat aku rasa, hujan lumayan lebat mengguyur ruas–ruas jalan waktu itu dengan seseorang yang aku suka waktu itu, orang yang selalu menguasai tiap sudut ruang di kepalaku waktu itu, aku mengingat beberapa percakapan yang kami bicarakan waktu itu, soal ketakutan akan masa depan, soal kehidupan keluarga yang cukup berantakan, juga soal tuntutan–tuntutan yang diberikan orang tua, aku yakin kalau aku adalah pendengar yang cukup detil waktu itu dan jika saja potongan demi potongan molen UPN dan bangku reot trotoar itu mau bersaksi pasti dia mengatakan hal yang sama terhadapku. aku tidak tahu, meskipun sekarang aku sudah merasa tidak mempunyai perasaan sama sekali terhadapnya tetapi sesekali ingatan tentang beberapa momen kedekatan atau mungkin perasaan dekatku itu beberapa kali muncul tetapi aku tidak pernah menyesalinya semua yang sudah terjadi ya memang harus terjadi dan tidak bisa dihapus ataupun diulang dan aku berharap dia sekarang sedang dalam kebahagiaan.

Waktu berlalu dan ingatan soal hujan datang kembali kali ini dengan orang berbeda tentu saja. entah dengan sengaja atau tidak aku merasa dipertemukan dengannya melalui banyak hal yang bersinggungan tetapi sebagian besar tentang kota ini dan juga hobi jalan kaki kami. dia orang yang sangat hangat, aku tahu itu beberapa menit setelah menemuinya, aku iseng saja mengajaknya mengobrol via daring karena aku berpikir kalau saja dia bisa menjadi teman yang cocok untuk mengobrol tentang beberapa hal karena aku rasa kami mempunyai ketertarikan yang sama.

Waktu itu hujan deras menemani perjalanan kami menyusuri trotoar demi trotoar jelek milik kota ini dan setelah hujan berhenti kami melanjutkan kegiatan jalan kaki kami menyusuri jalanan–jalanan sepi karena saat itu aku yakin kalau sudut jalan kecil di antara jalanan yang ramai selalu membawa kehangatan tersendiri, hangat namun sepi, aku tidak bisa menjelaskan keadaan tersebut dengan detail, kami mulai mengobrol satu sama lain aku lupa apa saja yang aku omongkan kepadanya waktu itu tapi aku ingat beberapa detail cerita yang keluar dari mulutnya, tentang bagaimana keadaan jalanan kota bandung yang gelap ketika dia disana, menonton Winona Dryver band yang amat sangat dia sukai waktu ke Jogja untuk tes masuk perguruan tinggi, tentang sepasang kekasih yang sama–sama memiliki pasangan sendiri dan selalu berkencan di dalam bis yang sama ketika dia pulang ke mojokerto juga cerita ketika dia bimbel tahun lalu yang mempertumakannya dengan gadis kecil pintar bernama Ifa, anak pemilik warung di daerah tempat dia bimbel yang menemani hari–hari suramnya dulu sepulang dari bimbel juga banyak cerita lain yang mungkin hampir aku lupa, entahlah mendengar cerita–ceritanya membuatku merasa memiliki sedikit kedekatan emosional terhadapnya. Dia adalah gadis yang periang, hampir semua hal bisa dia tertawakan terutama jika melihat bocah–bocah ingusan yang melanggar peraturan lalu lintas seperti berboncengan tiga tanpa helm dan aku bersumpah dia juga gadis dengan senyum termanis terutama jika senyumnya dengan sengaja dilemparkan ke arahku hahaha seperti aku tidak sanggup menerimanya.

Kalau boleh jujur sebenarnya aku tidak mau malam seperti itu dengan cepat berakhir begitu saja tetapi waktu tentu tidak bisa dihentikan, jam juga menunjukkan kalau waktu mulai larut ditambah lagi dia sedang mendapat telepon kalau bundanya tiba–tiba melakukan perjalanan kemari, aku tidak bisa melakukan apa–apa lagi selain mengiyakan ajakannya untuk menyelesaikan perjalanan. Aku menawarkannya untuk mau diantar ke terminal bus yang tempatnya lumayan jauh dan dia mengiyakan meskipun terjadi tawar–menawar yang sediki alot hahaha sebenarnya aku hanya tidak tega jika dia kelelahan melakukan perjalanan jauh sendiri setelah berjalan kaki lumayan jauh bersamaku, setidaknya jika dia merasakan kelelahan maka aku juga harus merasakan hal yang sama dan aku rasa itu adil. Dia juga gadis yang lumayan cerewet dan suka berbicara dan aku rasa aku menyukai itu, selama perjalanan di atas motor dia terus mengobrol tentang hal random soal kebun binatang yang sudah lama tidak ia datangi, tentang kera–kera di Jepang yang suka mandi air panas namu tidak pernah melihatnya secara langsung ketika dia pergi ke negara itu, tentang hewan–hewan yang ia senangi, kucing, anjing juga kera, juga soal halte–halte kereta terbengkalai di sepanjang jalan Ahmad Yani.

Malam ini aku kembali pulang dengan perasaan campur aduk tentang ingatan–ingatan yang menghantuiku setelah berjalan kaki sendirian dan memilih untuk tidur lebih awal.

--

--